Salam
Entrepreneur…
Mengakhiri
sesi perkuliahan T100x dengan materi Global Opportunities, bagi saya sungguh
membuka cakrawala berpikir yang begitu luas dan membuat hati menjadi lapang.
Materi tersebut benar-benar mengajari fikiran saya dan memecut semangat saya untuk
segera berpacu melakukan perubahan-perubahan pada usaha yang sedang dijalani
untuk menjadi leader sehingga memiliki peluang yang besar untuk masuk ke dalam
bisnis global.
Dalam jurnal
refleksi ini, saya memohon ijin kepada
Team penyelenggra T100x untuk mengutip apa yang disampaikan oleh para pemateri
ke dalam blog tempat menuliskan tugas dalam bentuk jurnal refleksi ini. Mengapa
saya banyak mengutip? Karena materi Global
Opportunities isinya begitu padat dan penting. Disamping itu, kutipan-kutipan
ini mudah-mudahan bisa menjadi pengetahuan bagi para pembaca blog saya yang
berjiwa entrepreneur yang belum berkesempatan mengikuti kuliah online T100x
sehingga bisa tertarik utuk mngikuti kuliah UCEOnline.
Para pembaca,
inilah beberapa kutipan dari pokok bahasan Global Opportunities yang saya ikuti
di perkuliahan UCEOnline.
1. Bapak Ir. Ciputra
Membangun Bisnis Global
Anda harus menjadi leader di dalam negeri,
baru Anda akan bisa bersaing dengan brand luar negeri. Ada orang berfiikir,
“Saya ingin bersaing dengan produk luar negeri”, tapi di dalam negeri pun dia
belum menjadi leader. Itu terlalu cepat. Kita menciptakan brand yang menjadi
ingatan untuk semua orang dalam negeri.
Brand lokal jika ingin menang persaingan di
internasional, maka dalam negerinya harus sudah mempunyai prestasi.
jadi Anda harus berusaha untuk menjadi leader
di dalam negeri, menjadi brand image dalam negeri, menjadi ikon dalam negeri,
maka itu referensi yang paling baik untuk bersaing di luar negeri.
2. Sudhamek AWS
From Success to Significant
Seperti yang dikatakan oleh Schumpeter bahwa
satu negara itu ekonominya akan maju, pertama, dilahirkannya
entrepreneur-entrepreneur. Kedua, dibangunnya sebuah sistem yang bisa mendorong
terjadinya kreativitas dan inovasi. Ketiga tentunya adalah inovasi itu sendiri.
Inovasi pada akhirnya adalah kunci utama
bisnis apapun untuk bisa bukan hanya survive saja tapi untuk menjadi pemenang
dalam jangka panjang.
Pertama, Inovasi itu sendiri bisa dari dalam
bisa dari luar, bisa karena karya dari pemikiran seseorang, bisa juga karena
dia itu output karena bekerjanya sebuah sistem. Artinya untuk melalukan inovasi
itu perlu juga dibangun sebuah sistem sehingga bisa terdorong lahirnya inovasi
tadi.
Kedua, inovasi itu
adalah formula dari invention plus
commercialization, artinya ada temuan-temuan, tapi temuan itu bisa menjadi
komersil. Anda menemukan sebuah produk katakanlah anda bisa membikin sebuah pesawat
super sonic, tapi kalau tidak ada nilai komersilnya that is not a innovation, that is only
invention.
Ketiga, yang perlu diingat yang namanya
inovasi itu prosesnya dimulai dari ideation, dari ideation itulah keluar
creativity, creativity itu diwujudkan dengan outcome tertentu atau output
tertentu dan di situlah akan terjadi innovation.
Yang keempat inovation itu jangan dilihat dalam artian produk inovation saja. Bahwa
proses pun adalah sebuah inovation, termasuk strategi adalah innovation. Yang
paling impactfull adalah innovation dalam sebuah strategi yang dampaknya paling
besar, bahkan lebih besar dari produk innovation.
Ini yang kemudian
tinggal kita sikapi, kalau perusahaan kita masih kecil, maka kita belum bisa muluk-muluk
melakukan inovasi dalam membangun sistem segala macam. Disinilah balik lagi kepada peran dari pendiri
tersebut untuk memeras otaknya mengeluarlah ide-ide terobosan dan kemudian
ide-ide itu dia wujudkan dari sebuah ideation menjadi sebuah inovation.
Misalnya pada waktu saya pertama kali masuk
di bisnis minuman. Saya tahu bahwa kita sebagai new player
di minuman. Pemain minuman sudah cukup banyak, maka saya berpikirnya masuk dari
satu pintu menyerbu ke sarang musuh kita dengan memilih pintu gerbang yang
penjaganya relatif paling lemah.
Pada saat itu saya masukan produk minuman
dengan memperkenalkan jenis minuman yang memang belum ada di pasar, (balik lagi
ini differentation saya katakan). Minumam tang belum ada dipasaran tersebut
namanya jelly. Itu adalah masuk dalam
kategori confectionary, itu bukan minuman, di situ kemudian saya modifikasi
sedemikian rupa dimana jelly itu saya buat lebih encer sehingga dia bisa diklip
menjadi jelly drink tapi bukan hanya sekedar bentuk minuman jelly drink tapi
saya tambahkan ingredient tertentu yang memberikan nilai tambah bagi konsumen
kita.
Terus ada differentationnya, itupun saya
luncurkan dengan packaging yang sedemikian rupa yang di pasar saat itu belum
ada. Singkat kata dari packaging, dari produknya dari cara menjualnya,
dari komunikasinya, semua kita bikin memang berbeda dan perbedaan itu sekali
lagi di appreciate oleh konsumen dan itu yang kemudian menjadi sebuah keberhasilan.
Okky Jelly Drink itu riwayatnya seperti itu, jadi sekedar contoh saja
Kalau bisnis itu,
bukan semata-mata sebagai sebuah prasarana menghasilkan profit yang
sebesar-besarnya. Dulu waktu kita kuliah diajari ekonomi, dalam pengantar ilmu
ekonomi bahwa prinsip ekonomi itu adalah bagaimana dengan pengorbanan yang
sekecil-kecilnya menghasilkan yang sebesar-besarnya. Itu saya bilang prinsipnya
orang judi. Tentu maksudnya tidak seperti itu. Sebetulnya kalau dijabarkan jadi
ada dua prinsip yaitu dengan pengorbanan sekecil-kecilnya menghasilkan hasil
yang tertentu, dan dengan pengorbanan tertentu menghasilkan hasil
sebesar-besarnya. Itu baru lebih make
sense.
Nah, sebuah bisnis itu,
dengan pengorbanan tertentu menghasilkan yang sebesar-besarnya, lalu yang
sekecil-kecilnya menghasilkan yang tertentu. Di sini tentunya akan
menghasilkan nilai tambah. Nilai tambah dalam bahasa seorang accounting disebut
dengan profit. Bahasanya accounting nilai tambah itu profit, kalau bahasanya konsumen
lain lagi dengan makna nilai tambah. Konsep nilai tambah itu tergantung pakai
konsepnya orang keuangan atau konsepnya seorang filosof atau konsepnya orang
makro tentu beda pengertiannya. Nah dalam konteks ini, profit itu memang
diperlukan seperti apa yang saya katakan, tapi itu untuk menumbuhkan usaha.
Itulah pertumbuhan usaha yang paling sehat, sumber uangnya itu bukan dari bank,
tapi dari hasil operation. Hasil operation itu baru akan ada uang lebih kalau
ada profit.
Kalau uang yang dihasilkan sama dengan pada
waktu beli bahan mentah dan untuk membayar gaji karyawan uangnya itu
berputarnya ke situ terus nggak ada cash flow yang lebih. Free cash flow
diperlukan supaya bisa tumbuh lebih besar lagi, tapi sekali lagi seperti tadi
saya katakan kalau bisnis itu hanya orientasinya kepada profit, maka suatu
ketika kita akan berada di tingkat economic
animal, ini yang mesti hati-hati.
Manusia kalau ditanya, semua pasti kepengennya
hidup untuk bahagia. Enggak ada satu orangpun yang ditanya, ”Eh ada enggak yang
bercita-cita suatu ketika kamu kepengen semakin lama semakin menderita?” Saya
percaya, enggak ada satu manusia pun yang seperti itu. Dan unfortunately kebahagiaan itu bukan hanya monopoli orang kaya,
kebahagiaan itu bukan terkait soal apa yang dimiliki, karena kebahagiaan itu
sebetulnya rumusnya adalah total
possesion dibagi desire itulah happines. Apa yang dimiliki dibagi
dengan apa yang diinginkan. Kalau yang dimiliki itu tertentu dan keinginannya
tambah lama tambah membesar, sebuah bilangan dibagi dengan bilangan tambah
besar hasilnya tambah kecil, kebahagiannya turun. Sebaliknya dia hanya punya
secukupnya saja dan keinginannya sangat terkendali bahkan sangat minimal sekali,
sebuah bilangan tertentu dibagi dengan bilangan semakin kecil hasilnya semakin
bertambah besar, kebahagiannya bertambah. Nah, ini yang perlu disadari bahwa
kita kepengen semuanya bahagia.
Bisnis itu bukan tujuan akhirnya untuk
mencari profit, bisnis itu hanya sekedar sarana supaya dalam mengisi kehidupan
kita jadi lebih bermakna. Itu yang sering saya katakan from succes to significant, dari keberhasilan menuju ke bermaknaan
dan kita baru mengatakan menuju kebermaknaan kalau memang bisnis yang kita
bangun itu berfaedah bagi banyak orang, balik lagi urip iki urup, jadi hidup itu memang harus berfaedah untuk banyak
orang.
Dan sekali saja anda memiliki motivasi yang
mulia seperti itu, energi akan mengalir dengan sendirinya. Anda tidak akan
merasa lelah atau kelelahan didalam membangun bisnis. Mengembangkan bisnis
bukan karena keserakahan, bukan karena lebih ingin mengejar profit, bukan
karena kepengen menjadi monopolistik, tapi karena ada tujuan-tujuan lain yang
lebih mulia yang ingin dihasilkan.
3. Inge Gunawan
Global
Entrepreneurship and Scaling
Up Your Business
Ada tiga hal untuk melakukan Global
Entrepreneurship and
Scaling Up Your Business. Yang pertama adalah bagaimana untuk
mencapai globalisasi itu dengan cara ekspor, kedua bigger store atau kita memasuki pasar yang disebut dengan multinational company,
dan yang ketiga adalah more outlets
atau biasanya kita biasa tahu dengan istilah franchise atau waralaba.
Kita bisa lihat, banyak bisnis yang
berkembang mulai dengan start up dan berkembang, akhirnya mendapatkan
kesempatan untuk melakukan ekspor. Salah satu di antaranya adalah dengan
perkembangan adanya website ataupun facebook ataupun segala sesuatu dengan
perkembangan internet yang memungkinkan seseorang sekarang menjual barang,
bertransaksi dengan mudah melalui online
atau website. Bahkan pembayarannya
pun bisa dilakukan dengan cara-cara yang sangat simpel. Setelah mereka memilih
barang yang mereka lihat, kemudian mereka bisa melakukan transaksi secara
online, dan barang bisa dikirim. Apabila tidak sesuai dengan permintaan, bisa
dikirim kembali karena mereka sudah memberikan fasilitas juga untuk
mengembalikan barang atau produk tersebut.
Kemudian dengan berbagai fasilitas yang saat
ini sudah mulai disediakan dengan adanya sistem ekspor secara LCL atau pun
secara kontainer, atau pun kita bisa mulai ekspor dengan cara meminjam nama
dari perusahaan yang lain yang sudah bergerak di bidang industri tertentu, itu
bisa kita lakukan dengan mudah bagi pertama kali company yang akan melakukan
ekspor. Jadi, saat ini segala sesuatunya sudah bisa sangat dipermudah untuk
melakukan globalisasi.
Yang kedua, yang
berikutnya adalah selling to
multinational company. Seperti kita ketahui bahwa seseorang memulai start
up bisnis dan akhirnya berhasil mengembangkan bisnis tersebut sangat berpeluang
untuk memasuki pangsa pasar yang global dengan memasukkan barang atau produk
tersebut ke multi nasional company. Artinya, kita memiliki kriteria tertentu
seperti Carrefour, Hypermart, atau departmen store lain atau pun juga kita
memasuki hotel-hotel berbintang empat atau lima sehingga produk kita semakin
masuk ke pangsa pasar global.
Kemudian berikutnya adalah yang kita sebut
dengan franchise. Kita bisa lihat bagaimana seseorang yang melakukan start up
bisnis mulai dari kecil dan satu store, tetapi kemudian berkembang menjadi
beberapa store.
Saya sendiri sebagai fasilitator di berbagai
bisnis mahasiswa, saya beberapa kali mentoring projek bisnis mahasiswa ada yang
memulai dengan sangat sederhana. Start up bisnis dengan satu outlet kecil,
tetapi akhirnya mereka bisa mengemas dan mengembangkannya menjadi beberapa
outlet sekaligus dan berkembang dari kota ke kota dan akhirnya bisa memasuki
pangsa pasar dengan franchise. Dan mereka bisa menjual franchise tersebut.
Ada beberapa contoh yang saya mau sharingkan,
yang pertama adalah kelompok mahasiswa terdiri dari lima orang mahasiswa
Universitas Ciputra yang melakukan bisnis di bidang food and beverage. Mereka melakukan
bisnis ini pertamakali karena mereka merasa bahwa resources yang mereka miliki
adalah di bidang food and baverage. Mereka memiliki passion disitu, kemudian
mereka juga memiliki beberapa kenalan di bidang food and beverage, Akhirnya
mereka memutuskan setelah berdiskusi dan melihat pasar, mereka melakukan bisnis
di bidang vegetarian food. Mereka membuat produk frozen food yang sehat, alami,
dari bahan nabati. Kebetulan mereka juga mengenal supplier yang bisa mereka
ajak berpartner. Akhirnya mereka memulai bisnis tersebut, memulai dengan door
to door, kemudian mereka memulai dengan mencoba memasukkan ke beberapa rumah
sakit dan beberapa hotel. Akhirnya mereka berhasil mendapatkan partner yaitu
sebuah hotel berbintang empat di Surabaya dan akhirnya sampai sekarang mereka
bisa membuka sebuah outlet atau sebuah pojok di hotel tersebut khusus untuk
makanan mereka dan mereka mengembangkan makanan ini menjadi sangat bervariasi,
kemudian betul-betul makanan ini menjadi ciri khas dari hotel tersebut. Dengan partner
yang benar, dengan mereka mengembangkan bisnis ini sesuai dengan resources,
dengan passion yang mereka miliki, akhirnya mereka sekarang eksis di hotel
tersebut dan mereka mulai akan merambah lagi ke hotel yang lain dan juga rumah
sakit.
Kemudian saya juga mengajak beberapa
mahasiswa untuk mengikuti Matrade International Trade Fair di kuala Lumpur,
Malaysia. Ada beberapa kelompok yang berpameran di sana dan mencoba mengambil
kesempatan atau opportunity untuk mendapatkan buyer internasional, atau mereka
mau melakukan ekspor. Pada waktu itu ada sekelompok mahasiswa itu juga membawa
produk sumber daya/ resources dari Indonesia. Karena mereka memiliki passion
dan kebetulan juga family mereka bergerak di bidang sumber daya hasil laut dari
Indonesia terutama Indonesia bagian timur, maka mereka membawa beberapa ikan
asin, kemudian juga seaweed atau rumput laut dan beberapa produk laut yang
lain. Pada waktu itu mereka mendapat kunjungan dari salah seorang calon buyer
dan kemudian mereka berdiskusi di sana, di Matrade International Trade Fair
tersebut di tempat pameran itu, lalu malamnya mereka diundang dinner oleh calon
customer tersebut. Dan akhirnya mereka mendapatkan deal untuk customer tersebut
dan sampai sekarang customer itu menjadi pelanggan tetap mereka. Dari situ
mereka mengambangkan bisnis yang luar biasa sekali untuk produk seaweed atau
rumput laut. Saat ini mereka memiliki pertanian rumput laut sendiri di Madura
dan di juga di Situbondo, dan mereka juga betul-betul memukul tengkulak.
Artinya mereka betul-betul membeli dari para petani rumput laut tersebut dengan
cash. Jadi, mereka tidak menunda atau memberikan kredit-kredit kemudian membeli
dengan harga yang murah seperti yang tengkulak lakukan. Dan itu betul-betul
memukul tengkulak, dan akhirnya mereka bahkan memiliki resources sendiri,
artinya memiliki lahan sendiri untuk produk rumput laut tersebut.
Kemudian saya juga melihat ada beberapa
mahasiswa yang mencoba untuk mengembangkan bisnis mereka dengan cara membuka
cabang yang baru dan akhirnya bisa menjadi franchise. Tentunya Anda mungkin UC
Onliner pernah mendengar tentang Pentol Arcip Universitas Ciputra. Dalam waktu
dua puluh bulan, mereka bisa buka sembilan belas outlet di lebih dari lima
kota. Dan itu luar biasa sekali. Mereka melakukannya dengan cara yang simpel
pertama kali dengan satu outlet kemudian dengan berpartner dengan baik karena
salah satu kebetulan juga memiliki resources di penggilingan daging, pengolahan
daging dan kemudian mereka membuat itu higienis dan bagus dan kemudian mereka mengembangkannya
ke kota-kota besar yang lain dengan cara berpartner juga.
4.
Nur
Agustinus
Management Change
Setiap pertumbuhan pasti
akan membutuhkan sebuah perubahan. Saya akan mulai dengan sebuah cerita, Anda
mungkin tahu sebuah mainan roda yang bisa berputar, yang biasanya kita isi
dengan seekor hamster atau tikus putih, dimana tikus ini dia bisa berlari
dengan kencang sekali memutar roda putar ini sampai beberapa menit. Nah, hal
yang sama sebenarnya terjadi pada perusahaan kita, kita mungkin melakukannya
dengan sangat keras, berusaha atau bekerja dengan sangat giat, tetapi
perusahaan kita hanya berputar, berputar, berputar di tempat saja. Kita tidak
pernah maju. Kita tidak pernah benar-benar bertumbuh. Pertumbuhan yang terjadi
mungkin hanya sekitar lima sampai sepuluh persen. Sebetulnya cara terbaik untuk
bisa betumbuh adalah segera keluar dari roda putar itu supaya kita bisa
melakukan perjalanan yang lain.
Setiap pertumbuhan paling mudah biasanya ditentukan
melalui angka penjualan atau market share. Jadi
kalau yang pertumbuhan biasa saja itu pertumbuhan per tahunnya hanya sekitar
lima sampai sepuluh persen. Tapi mengapa kita membuat program T100, karena kita
ingin pertumbuhannya sampai seratus kali. Nah, pertumbuhan di bidang penjualan
maupun di bidang pangsa pasar inilah yang menentukan usaha kita berkembang atau
tidak. Dan setiap pertumbuhan pasti membutuhkan perubahan. Misalnya saja
seperti dikatakan oleh pak Sandiaga Uno bahwa pertumbuhan juga membutuhkan
perubahan dari model bisnis.
Albert Einstein pernah berkata, kalau kita menginginkan hal
berbeda tapi kita melakukan hal yang sama, itu sama halnya dengan sebuah
kegilaan. Artinya tidak mungkin kita mendapatkan hasil yang berbeda kalau kita
melakukan hal yang sama, sama, sama saja. Kita harus membuat terobosan, kita
harus membuat perubahan.
Kalau kita mau berubah, maka ada tiga tahapan
yang harus kita lakukan. Pertama adalah, Anda harus tahu dimana Anda berada
saat ini. Ini penting karena kita harus tahu
startnya dimana. Kedua, kita harus bisa mendefinisikan atau menentukan tempat
yang ingin kita tuju. Tanpa kita bisa menentukan kemana kita mau pergi,
tentunya kita juga tidak tahu harus bagaimana, harus apa dan lain sebagainya.
Nah, kita juga harus masuk ke dalam tahap yang ketiga setelah tahap yang kedua
tadi yaitu menentukan hal-hal apa yang kita perlukan untuk bisa sampai tujuan.
Kita tahu setelah kita mengikuti pembelajaran
dari T100 ini bahwa perusahaan umumnya masuk dalam suatu keadaan yang disebut
dengan status quo atau kalau kita gunakan masuk dalam hukum inertia. Biasanya
untuk berubah sulit sekali. Kurt Lewin dalam
teorinya mengenai perubahan organisasi, ada tiga hal yang harus dilakukan. Kurt
Lewin mengatakan bahwa tahap awal dari tiga tahap yang dikemukakan yaitu harus
melakukan yang namanya unfreze. Artinya kalau perusahaan itu sebelumnya sudah
beku, itu harus diunfreze. Harus dicairkan kembali. Setelah baru bisa cair,
kita kemudian melakukan yang namanya perubahan. Setelah perubahan terjadi, baru
kita melakukan yang namanya refreze. Dibekukan kembali. Jadi, budaya-budaya
yang telah dibentuk dari perubahan, itu yang kemudian digunakan untuk mencapai
tujuan tadi.
Perubahan yang bisa kita
lakukan biasanya dalam tiga hal yaitu pertama, perubahan dalam hal isi. Isi itu
menyangkut struktur perusahaan, strategi perusahaan, proses bisnisnya, kemudian
tentang teknologinya, budayanya, mungkin juga perubahan dalam hal produk dan
jasa yang diberikan.
Perubahan yang kedua adalah di bidang
manusianya. Yaitu bagaimana kita membuat orang-orang yang ada dalam organisasi
ini menjadi lebih berinisiatif, lebih berusaha lebih baik lagi dalam artian
perilakunya, dinamika budayanya ini yang diubah. Nah, perubahan dalam hal
budaya ini, ini yang bisa menyangkut sebuah kultur yang berupa isi dari suatu
organisasi, bisa juga dari dalam diri individu. Perubahan ini sendiri atau
mengubah perilaku ini bisa melalui beraneka ragam cara. Misalnya, kalau kita
ingin membuat perubahan dalam hal budaya perusahaan yang lebih entreprenurial,
kita bisa menggunakan artefak-artefak atau semacam gambar-gambar yang ditempel
di perusahaan, tulisan-tulisan, kutipan-kutipan yang untuk memotivasi. Jadi,
artefak-artefak atau simbol-simbol yang kita pasang di perusahaan itu bisa
membuat budaya berubah juga.
Yang ketiga yaitu perubahan dalam hal proses.
Kalau tadi proses dalam hal isi di organisasi, proses di sini lebih bermakna
pada bagaimana kita membuat perencanaan, bagaimana kita mendesain atau
mengimplementasi pekerjaan. Nah, tiga hal ini yang bisa kita adakan perubahan.
Jadi, perubahan di level organisasi, perubahan di level manusianya, dan
perubahan di bidang prosesnya atau prosedurnya.
Dari tiga perubahan yang bisa dilakukan tadi,
sebetulnya perubahan dalam hal manusia yang paling sulit. Mengapa? Karena
mengelola manusia memang tidak mudah. Ada tujuh macam hambatan yang bisa
membuat perubahan itu sulit dilakukan, pertama sikap yang tidak perduli atau
berusaha semacam ignorance, mengabaikan “Saya tidak tahu, saya tidak butuh”,
misalnya. Atau rejection, penolakan. “Saya tidak ingin untuk…”, Kemudian bisa
juga perubahan dihambat karena inability, “Saya tidak bisa”. Ketika perusahaan
mengharapkan staffnya melakukan sesuatu untuk tujuan yang lebih baik, mereka bersikap
pessimism, merasa pesimis. Jadi belum-belum sudah merasa, “Ini tidak mungkin
berhasil”. Atau mungkin merasa terlalu berat, terlalu complicated, “itu terlalu
berat”. Ini juga bisa menghambat. Apa lagi kalau misalnya bersikap apatis,
“saya tidak bau diganggu” atau misalnya juga undermine, merusak, mengacaukan,
“Paling-paling ini juga untungnya bukan buat kita, buat orang lain buat
pemilik”. Kadang-kadang hal seperti ini membuat hambatan untuk berubah sehingga
memang perlu ada sebuah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan
perubahan.
Sehubungan dengan hambatan dalam perubahan
ini, Gleicher, Beckhard, dan Harris punya sebuah rumus tentang perubahan. Rumus
di sini maksudnya adalah sebuah persamaan, yaitu D x V x F > R. D adalah
Disatisfaction artinya ketidakpuasan. V adalah Vision, F adalah First Step, dan
R adalah Resistance to Change (hambatan yang dimiliki untuk berubah).
Kalau ketidakpuasan itu tinggi, kemudian
vision atau cita-cita orang itu juga tinggi, dan dia juga mau melakukan langkah
pertama, maka kalau semua itu lebih besar dari hambatan yang dimiliki, orang
itu akan berubah. Jadi, kadang-kadang teori ini juga digunakan orang membuat
dirinya dalam situasi misalnya sangat tidak puas, dia bisa berubah.
Misalnya, kita balik dimana D, V, F-nya lebih
kecil daripada R, misalnya saja dia merasa dalam
zona nyamannya, merasa puas-puas saja, kemudian dia tidak punya visi, artinya
dia seperti aliran air, santai-santai saja, dan dia tidak pernah mau melakukan
langkah pertama, karena kita ada pepatah yang mengatakan bahwa perjalanan
seribu kilometer juga harus dimulai dari satu langkah pertama. Maka dia tidak
akan berubah karena dia sudah merasa nyaman, dia tidak punya cita-cita yang
tinggi, dan dia juga tidak mau melangkah. Kita harus bisa membuat dalam
organisasi kita bahwa ada visi yang besar. Ada dream atau mimpi yang sangat
besar yang membuat dia bisa mengalahkan hambatan dalam dirinya.
Bagaimana menggabungkan semua teori-teori
yang telah telah saya kemukakan tadi? Bagaimana membuat sebuah perubahan itu
berhasil? Kita bisa juga mengacu pada teori yang dikembangkan oleh John P.
Kotter. John P. Kotter membuat sebuah buku yang berjudul Leading Change dan
juga The Heart of Change. Ada delapan langkah yang perlu dilakukan supaya
sebuah perubahan bisa berhasil.
Pertama adalah membangun urgency, artinya
kita harus membuat orang-orang yang ada diperusahaan itu yakin bahwa memang
kita perlu ada perubahan. Kita perlu keluar dari zona nyaman yang sudah kita
miliki tanpa kita berubah, itu bisa berbahaya buat kita. Ada buku lain yang
kita bisa baca yang berhubungan dengan perubahan, yaitu Who Moved My Cheese.
Buku ini juga bercerita tentang kalau suatu ketika keju yang “Keju itu sebagai
metafora dari penghasilan kita” itu tiba-tiba hilang, bagaimana? Apa yang harus
kita lakukan? Apa tetap bertahan di tempat itu atau kita harus segera berubah
mencari tempat yang baru? Langkah pertama tadi, membangun urgency ini adalah
langkah yang merupakan langkah awal yang sangat penting. Tanpa adanya rasa
bahwa ini benar-benar penting, jelas orang susah untuk diajak berubah.
Kedua adalah membentuk koalisi pimpinan yang
kuat. Kita tahu bahwa kalau perusahaan itu kecil, kalau kita terdiri dari
beberapa orang, umumnya ada beberapa bagian. Paling tidak ada dua bagian yaitu bagian
operasional dimana itu mengelola misalnya keuangan, pemasaran, dan bagian yang
memang benar-benar mengerjakan main businessnya atau bisnis utamanya.
Katakanlah sebuah media cetak misalnya, ada bagian wartawannya atau
redakturnya, dan juga ada bagian keuangannya. Ini dua bagian yang berbeda.
Mungkin di dunia pendidikan juga sama. Ada bagian operasional, ada bagian
akademik. Pemimpin di tiap-tiap bagian ini harus bisa diajak berkoalisi karena
seringkali dalam prakteknya antara bagian-bagian ini belum tentu bisa berjalan
bersama karena biasanya di bagian marketing selalu memberikan order-order yang
banyak sementara di bagian produksinya tadi menjadi kewalahan. Jadi,
kadang-kadang dalam perjalanannya mungkin tiba-tiba mereka saling tidak bisa
bersinergi dengan baik. Ini harus bisa diciptakan sebuah keadaan dimana para
pemimpin ini bisa bersatu, bisa berkoalisi dengan kuat.
Langkah yang ketiga adalah menciptakan visi.
Visi yang harus bisa dibagikan. Ini berhubungan dengan langkah yang keempat
yaitu mengkomunikasikan visi itu. Visi harus benar-benar dibuat memberikan
gambaran tentang tujuan yang ingin dicapai. Ini seperti teori yang tadi dimana
visi ini harus jelas, harus dirasa penting bagi semua orang yang ada di
perusahaan itu.
Lalu langkah yang kelima, memberdayakan orang
lain untuk bertindak sesuai visi. Jadi maksudnya adalah, kalau memang ada orang
yang dirasa belum optimal, ini harus bisa segera dioptimalkan. Memang perlu ada
tim yang kita sebut dengan agent of change. Jadi, tim ini yang mengatur supaya
membentuk urgency, mengatur supaya mengkoordinir pemimpin supaya jadi koalisi
yang kuat, menciptakan visi, mengkomunikasikan visi, termasuk memberdayakan
orang-orang yang ada.
Keenam, adalah mencatat atau menghasilkan
kemenangan-kemenangan jangka pendek. Prestasi-prestasi yang diraih dalam proses
perkembangan ini harus dicatat. Supaya apa? Supaya orang yang ikut dalam
perubahan ini tahu, “O, iya. Bahwa saya sudah mencapai ini. Saya berhasil
membuat prestasi ini”. Kemenangan-kemenangan jangka pendek ini harus
diciptakan, artinya harus dihasilkan supaya orang bisa merasakan perubahan.
Langkah yang ketujuh adalah
mengkonsolidasikan perbaikan dan menghasilkan lebih banyak perubahan. Jadi,
kalau kita sudah punya kemenangan-kemenangan jangka pendek, maka semua itu kita
dorong sebagai sebuah langkah perbaikan, plus menambahkan tujuan-tujuan untuk
perubahan lebih banyak lagi.
Langkah kedelapan adalah melembagakan perubahan
yang baru tersebut. Ini sama seperti di teori Good Lewin, yaitu setelah
melakukan perubahan, kita melakukan refreze. Kita membentuk, melembagakan suatu
budaya yang baru yaitu budaya yang sudah merupakan perubahan. Proses perubahan
ini menjadi sangat penting karena supaya tadi, kalau kita mengharapkan suatu
hal yang berbeda dengan cara yang sama, sebetulnya itu akan menjadi omong
kosong. Kita harus bisa berubah kalau kita melakukan hal yang berbeda. Kita
tidak bisa hanya berputar-putar di roda putar seperti tikus putih atau hamster
yang bermain berputar-putar saja. Kita harus bisa melangkah keluar membuat
perubahan dan menciptakan kemenangan untuk bisa mencapai hasil yang baik dan
bisa tumbuh seratus kali.
Itulah isi materi pada sesi akhir perkulian
T100x yang diselenggarakan oleh UCEOnline. Saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas ilmu yang telah diberikan dan ilmu tersebut sungguh
bermanfaat dan membawa semangat untuk bertumbuh. Bertumbuh membangun kapasitas
diri dan bertumbuh membangun bisnis milik sendiri.
Salam entrepreneur…