Senin, 31 Maret 2014

GLOBAL BUSINESS IS THE DREAM TO BE REALIZED!!!



Salam Entrepreneur…

Mengakhiri sesi perkuliahan T100x dengan materi Global Opportunities, bagi saya sungguh membuka cakrawala berpikir yang begitu luas dan membuat hati menjadi lapang. Materi tersebut benar-benar mengajari fikiran saya dan memecut semangat saya untuk segera berpacu melakukan perubahan-perubahan pada usaha yang sedang dijalani untuk menjadi leader sehingga memiliki peluang yang besar untuk masuk ke dalam bisnis global.

Dalam jurnal refleksi  ini, saya memohon ijin kepada Team penyelenggra T100x untuk mengutip apa yang disampaikan oleh para pemateri ke dalam blog tempat menuliskan tugas dalam bentuk jurnal refleksi ini. Mengapa saya banyak mengutip? Karena  materi Global Opportunities isinya begitu padat dan penting. Disamping itu, kutipan-kutipan ini mudah-mudahan bisa menjadi pengetahuan bagi para pembaca blog saya yang berjiwa entrepreneur yang belum berkesempatan mengikuti kuliah online T100x sehingga bisa tertarik utuk mngikuti kuliah UCEOnline.

Para pembaca, inilah beberapa kutipan dari pokok bahasan Global Opportunities yang saya ikuti di perkuliahan UCEOnline.

1.      Bapak Ir. Ciputra
Membangun Bisnis Global
Anda harus menjadi leader di dalam negeri, baru Anda akan bisa bersaing dengan brand luar negeri. Ada orang berfiikir, “Saya ingin bersaing dengan produk luar negeri”, tapi di dalam negeri pun dia belum menjadi leader. Itu terlalu cepat. Kita menciptakan brand yang menjadi ingatan untuk semua orang dalam negeri.

Brand lokal jika ingin menang persaingan di internasional, maka dalam negerinya harus sudah mempunyai prestasi.

jadi Anda harus berusaha untuk menjadi leader di dalam negeri, menjadi brand image dalam negeri, menjadi ikon dalam negeri, maka itu referensi yang paling baik untuk bersaing di luar negeri.

2.      Sudhamek AWS
From Success to Significant
Seperti yang dikatakan oleh Schumpeter bahwa satu negara itu ekonominya akan maju, pertama, dilahirkannya entrepreneur-entrepreneur. Kedua, dibangunnya sebuah sistem yang bisa mendorong terjadinya kreativitas dan inovasi. Ketiga tentunya adalah inovasi itu sendiri.

Inovasi pada akhirnya adalah kunci utama bisnis apapun untuk bisa bukan hanya survive saja tapi untuk menjadi pemenang dalam jangka panjang.

Pertama, Inovasi itu sendiri bisa dari dalam bisa dari luar, bisa karena karya dari pemikiran seseorang, bisa juga karena dia itu output karena bekerjanya sebuah sistem. Artinya untuk melalukan inovasi itu perlu juga dibangun sebuah sistem sehingga bisa terdorong lahirnya inovasi tadi.

Kedua, inovasi itu adalah formula dari invention plus commercialization, artinya ada temuan-temuan, tapi temuan itu bisa menjadi komersil. Anda menemukan sebuah produk katakanlah anda bisa membikin sebuah pesawat super sonic, tapi kalau tidak ada nilai komersilnya that is not a innovation, that is only invention.

Ketiga, yang perlu diingat yang namanya inovasi itu prosesnya dimulai dari ideation, dari ideation itulah keluar creativity, creativity itu diwujudkan dengan outcome tertentu atau output tertentu dan di situlah akan terjadi innovation.

Yang keempat  inovation itu jangan  dilihat dalam artian produk inovation saja. Bahwa proses pun adalah sebuah inovation, termasuk strategi adalah innovation. Yang paling impactfull adalah innovation dalam sebuah strategi yang dampaknya paling besar, bahkan lebih besar dari produk innovation.

Ini yang kemudian tinggal kita sikapi, kalau perusahaan kita masih kecil, maka kita belum bisa muluk-muluk melakukan inovasi dalam membangun sistem segala macam.  Disinilah balik lagi kepada peran dari pendiri tersebut untuk memeras otaknya mengeluarlah ide-ide terobosan dan kemudian ide-ide itu dia wujudkan dari sebuah ideation menjadi sebuah inovation.

Misalnya pada waktu saya pertama kali masuk di bisnis minuman. Saya tahu bahwa kita sebagai new player di minuman. Pemain minuman sudah cukup banyak, maka saya berpikirnya masuk dari satu pintu menyerbu ke sarang musuh kita dengan memilih pintu gerbang yang penjaganya relatif paling lemah.

Pada saat itu saya masukan produk minuman dengan memperkenalkan jenis minuman yang memang belum ada di pasar, (balik lagi ini differentation saya katakan). Minumam tang belum ada dipasaran tersebut namanya jelly.  Itu adalah masuk dalam kategori confectionary, itu bukan minuman, di situ kemudian saya modifikasi sedemikian rupa dimana jelly itu saya buat lebih encer sehingga dia bisa diklip menjadi jelly drink tapi bukan hanya sekedar bentuk minuman jelly drink tapi saya tambahkan ingredient tertentu yang memberikan nilai tambah bagi konsumen kita.

Terus ada differentationnya, itupun saya luncurkan dengan packaging yang sedemikian rupa yang di pasar saat itu belum ada. Singkat kata dari packaging, dari produknya  dari cara menjualnya, dari komunikasinya, semua kita bikin memang berbeda dan perbedaan itu sekali lagi di appreciate oleh konsumen dan itu yang kemudian menjadi sebuah keberhasilan. Okky Jelly Drink itu riwayatnya seperti itu, jadi sekedar contoh saja

Kalau bisnis itu, bukan  semata-mata sebagai sebuah prasarana menghasilkan profit yang sebesar-besarnya. Dulu waktu kita kuliah diajari ekonomi, dalam pengantar ilmu ekonomi bahwa prinsip ekonomi itu adalah bagaimana dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya menghasilkan yang sebesar-besarnya. Itu saya bilang prinsipnya orang judi. Tentu maksudnya tidak seperti itu. Sebetulnya kalau dijabarkan jadi ada dua prinsip yaitu dengan pengorbanan sekecil-kecilnya menghasilkan hasil yang tertentu, dan dengan pengorbanan tertentu menghasilkan hasil sebesar-besarnya. Itu baru lebih make sense.

Nah, sebuah bisnis itu, dengan pengorbanan tertentu menghasilkan yang sebesar-besarnya, lalu yang sekecil-kecilnya menghasilkan  yang tertentu. Di sini tentunya akan menghasilkan nilai tambah. Nilai tambah dalam bahasa seorang accounting disebut dengan profit. Bahasanya accounting nilai tambah itu profit, kalau bahasanya konsumen lain lagi dengan makna nilai tambah. Konsep nilai tambah itu tergantung pakai konsepnya orang keuangan atau konsepnya seorang filosof atau konsepnya orang makro tentu beda pengertiannya. Nah dalam konteks ini, profit itu memang diperlukan seperti apa yang saya katakan, tapi itu untuk menumbuhkan usaha. Itulah pertumbuhan usaha yang paling sehat, sumber uangnya itu bukan dari bank, tapi dari hasil operation. Hasil operation itu baru akan ada uang lebih kalau ada profit.

Kalau uang yang dihasilkan sama dengan pada waktu beli bahan mentah dan untuk membayar gaji karyawan uangnya itu berputarnya ke situ terus nggak ada cash flow yang lebih. Free cash flow diperlukan supaya bisa tumbuh lebih besar lagi, tapi sekali lagi seperti tadi saya katakan kalau bisnis itu hanya orientasinya kepada profit, maka suatu ketika kita akan berada di tingkat economic animal, ini yang mesti hati-hati.

Manusia kalau ditanya, semua pasti kepengennya hidup untuk bahagia. Enggak ada satu orangpun yang ditanya, ”Eh ada enggak yang bercita-cita suatu ketika kamu kepengen semakin lama semakin menderita?” Saya percaya, enggak ada satu manusia pun yang seperti itu. Dan unfortunately kebahagiaan itu bukan hanya monopoli orang kaya, kebahagiaan itu bukan terkait soal apa yang dimiliki, karena kebahagiaan itu sebetulnya rumusnya adalah total possesion dibagi desire itulah happines. Apa yang dimiliki dibagi dengan apa yang diinginkan. Kalau yang dimiliki itu tertentu dan keinginannya tambah lama tambah membesar, sebuah bilangan dibagi dengan bilangan tambah besar hasilnya tambah kecil, kebahagiannya turun. Sebaliknya dia hanya punya secukupnya saja dan keinginannya sangat terkendali bahkan sangat minimal sekali, sebuah bilangan tertentu dibagi dengan bilangan semakin kecil hasilnya semakin bertambah besar, kebahagiannya bertambah. Nah, ini yang perlu disadari bahwa kita kepengen semuanya bahagia.

Bisnis itu bukan tujuan akhirnya untuk mencari profit, bisnis itu hanya sekedar sarana supaya dalam mengisi kehidupan kita jadi lebih bermakna. Itu yang sering saya katakan from succes to significant, dari keberhasilan menuju ke bermaknaan dan kita baru mengatakan menuju kebermaknaan kalau memang bisnis yang kita bangun itu berfaedah bagi banyak orang, balik lagi urip iki urup, jadi hidup itu memang harus berfaedah untuk banyak orang.

Dan sekali saja anda memiliki motivasi yang mulia seperti itu, energi akan mengalir dengan sendirinya. Anda tidak akan merasa lelah atau kelelahan didalam membangun bisnis. Mengembangkan bisnis bukan karena keserakahan, bukan karena lebih ingin mengejar profit, bukan karena kepengen menjadi monopolistik, tapi karena ada tujuan-tujuan lain yang lebih mulia yang ingin dihasilkan.

3.      Inge Gunawan
Global Entrepreneurship and Scaling Up Your Business
Ada tiga hal untuk melakukan Global Entrepreneurship and Scaling Up Your Business. Yang pertama adalah bagaimana untuk mencapai globalisasi itu dengan cara ekspor, kedua bigger  store atau kita memasuki pasar yang disebut dengan multinational company, dan yang ketiga adalah more outlets atau biasanya kita biasa tahu dengan istilah franchise atau waralaba.

Kita bisa lihat, banyak bisnis yang berkembang mulai dengan start up dan berkembang, akhirnya mendapatkan kesempatan untuk melakukan ekspor. Salah satu di antaranya adalah dengan perkembangan adanya website ataupun facebook ataupun segala sesuatu dengan perkembangan internet yang memungkinkan seseorang sekarang menjual barang, bertransaksi dengan mudah melalui online atau website. Bahkan pembayarannya pun bisa dilakukan dengan cara-cara yang sangat simpel. Setelah mereka memilih barang yang mereka lihat, kemudian mereka bisa melakukan transaksi secara online, dan barang bisa dikirim. Apabila tidak sesuai dengan permintaan, bisa dikirim kembali karena mereka sudah memberikan fasilitas juga untuk mengembalikan barang atau produk tersebut.

Kemudian dengan berbagai fasilitas yang saat ini sudah mulai disediakan dengan adanya sistem ekspor secara LCL atau pun secara kontainer, atau pun kita bisa mulai ekspor dengan cara meminjam nama dari perusahaan yang lain yang sudah bergerak di bidang industri tertentu, itu bisa kita lakukan dengan mudah bagi pertama kali company yang akan melakukan ekspor. Jadi, saat ini segala sesuatunya sudah bisa sangat dipermudah untuk melakukan globalisasi.

Yang kedua, yang berikutnya adalah selling to multinational company. Seperti kita ketahui bahwa seseorang memulai start up bisnis dan akhirnya berhasil mengembangkan bisnis tersebut sangat berpeluang untuk memasuki pangsa pasar yang global dengan memasukkan barang atau produk tersebut ke multi nasional company. Artinya, kita memiliki kriteria tertentu seperti Carrefour, Hypermart, atau departmen store lain atau pun juga kita memasuki hotel-hotel berbintang empat atau lima sehingga produk kita semakin masuk ke pangsa pasar global.

Kemudian berikutnya adalah yang kita sebut dengan franchise. Kita bisa lihat bagaimana seseorang yang melakukan start up bisnis mulai dari kecil dan satu store, tetapi kemudian berkembang menjadi beberapa store.

Saya sendiri sebagai fasilitator di berbagai bisnis mahasiswa, saya beberapa kali mentoring projek bisnis mahasiswa ada yang memulai dengan sangat sederhana. Start up bisnis dengan satu outlet kecil, tetapi akhirnya mereka bisa mengemas dan mengembangkannya menjadi beberapa outlet sekaligus dan berkembang dari kota ke kota dan akhirnya bisa memasuki pangsa pasar dengan franchise. Dan mereka bisa menjual franchise tersebut.

Ada beberapa contoh yang saya mau sharingkan, yang pertama adalah kelompok mahasiswa terdiri dari lima orang mahasiswa Universitas Ciputra yang melakukan bisnis di bidang food and beverage. Mereka melakukan bisnis ini pertamakali karena mereka merasa bahwa resources yang mereka miliki adalah di bidang food and baverage. Mereka memiliki passion disitu, kemudian mereka juga memiliki beberapa kenalan di bidang food and beverage, Akhirnya mereka memutuskan setelah berdiskusi dan melihat pasar, mereka melakukan bisnis di bidang vegetarian food. Mereka membuat produk frozen food yang sehat, alami, dari bahan nabati. Kebetulan mereka juga mengenal supplier yang bisa mereka ajak berpartner. Akhirnya mereka memulai bisnis tersebut, memulai dengan door to door, kemudian mereka memulai dengan mencoba memasukkan ke beberapa rumah sakit dan beberapa hotel. Akhirnya mereka berhasil mendapatkan partner yaitu sebuah hotel berbintang empat di Surabaya dan akhirnya sampai sekarang mereka bisa membuka sebuah outlet atau sebuah pojok di hotel tersebut khusus untuk makanan mereka dan mereka mengembangkan makanan ini menjadi sangat bervariasi, kemudian betul-betul makanan ini menjadi ciri khas dari hotel tersebut. Dengan partner yang benar, dengan mereka mengembangkan bisnis ini sesuai dengan resources, dengan passion yang mereka miliki, akhirnya mereka sekarang eksis di hotel tersebut dan mereka mulai akan merambah lagi ke hotel yang lain dan juga rumah sakit.

Kemudian saya juga mengajak beberapa mahasiswa untuk mengikuti Matrade International Trade Fair di kuala Lumpur, Malaysia. Ada beberapa kelompok yang berpameran di sana dan mencoba mengambil kesempatan atau opportunity untuk mendapatkan buyer internasional, atau mereka mau melakukan ekspor. Pada waktu itu ada sekelompok mahasiswa itu juga membawa produk sumber daya/ resources dari Indonesia. Karena mereka memiliki passion dan kebetulan juga family mereka bergerak di bidang sumber daya hasil laut dari Indonesia terutama Indonesia bagian timur, maka mereka membawa beberapa ikan asin, kemudian juga seaweed atau rumput laut dan beberapa produk laut yang lain. Pada waktu itu mereka mendapat kunjungan dari salah seorang calon buyer dan kemudian mereka berdiskusi di sana, di Matrade International Trade Fair tersebut di tempat pameran itu, lalu malamnya mereka diundang dinner oleh calon customer tersebut. Dan akhirnya mereka mendapatkan deal untuk customer tersebut dan sampai sekarang customer itu menjadi pelanggan tetap mereka. Dari situ mereka mengambangkan bisnis yang luar biasa sekali untuk produk seaweed atau rumput laut. Saat ini mereka memiliki pertanian rumput laut sendiri di Madura dan di juga di Situbondo, dan mereka juga betul-betul memukul tengkulak. Artinya mereka betul-betul membeli dari para petani rumput laut tersebut dengan cash. Jadi, mereka tidak menunda atau memberikan kredit-kredit kemudian membeli dengan harga yang murah seperti yang tengkulak lakukan. Dan itu betul-betul memukul tengkulak, dan akhirnya mereka bahkan memiliki resources sendiri, artinya memiliki lahan sendiri untuk produk rumput laut tersebut.

Kemudian saya juga melihat ada beberapa mahasiswa yang mencoba untuk mengembangkan bisnis mereka dengan cara membuka cabang yang baru dan akhirnya bisa menjadi franchise. Tentunya Anda mungkin UC Onliner pernah mendengar tentang Pentol Arcip Universitas Ciputra. Dalam waktu dua puluh bulan, mereka bisa buka sembilan belas outlet di lebih dari lima kota. Dan itu luar biasa sekali. Mereka melakukannya dengan cara yang simpel pertama kali dengan satu outlet kemudian dengan berpartner dengan baik karena salah satu kebetulan juga memiliki resources di penggilingan daging, pengolahan daging dan kemudian mereka membuat itu higienis dan bagus dan kemudian mereka mengembangkannya ke kota-kota besar yang lain dengan cara berpartner juga.

4.      Nur Agustinus
Management Change
Setiap pertumbuhan pasti akan membutuhkan sebuah perubahan. Saya akan mulai dengan sebuah cerita, Anda mungkin tahu sebuah mainan roda yang bisa berputar, yang biasanya kita isi dengan seekor hamster atau tikus putih, dimana tikus ini dia bisa berlari dengan kencang sekali memutar roda putar ini sampai beberapa menit. Nah, hal yang sama sebenarnya terjadi pada perusahaan kita, kita mungkin melakukannya dengan sangat keras, berusaha atau bekerja dengan sangat giat, tetapi perusahaan kita hanya berputar, berputar, berputar di tempat saja. Kita tidak pernah maju. Kita tidak pernah benar-benar bertumbuh. Pertumbuhan yang terjadi mungkin hanya sekitar lima sampai sepuluh persen. Sebetulnya cara terbaik untuk bisa betumbuh adalah segera keluar dari roda putar itu supaya kita bisa melakukan perjalanan yang lain.

Setiap pertumbuhan paling mudah biasanya ditentukan melalui angka penjualan atau market share. Jadi kalau yang pertumbuhan biasa saja itu pertumbuhan per tahunnya hanya sekitar lima sampai sepuluh persen. Tapi mengapa kita membuat program T100, karena kita ingin pertumbuhannya sampai seratus kali. Nah, pertumbuhan di bidang penjualan maupun di bidang pangsa pasar inilah yang menentukan usaha kita berkembang atau tidak. Dan setiap pertumbuhan pasti membutuhkan perubahan. Misalnya saja seperti dikatakan oleh pak Sandiaga Uno bahwa pertumbuhan juga membutuhkan perubahan dari model bisnis.

Albert Einstein pernah berkata, kalau kita menginginkan hal berbeda tapi kita melakukan hal yang sama, itu sama halnya dengan sebuah kegilaan. Artinya tidak mungkin kita mendapatkan hasil yang berbeda kalau kita melakukan hal yang sama, sama, sama saja. Kita harus membuat terobosan, kita harus membuat perubahan.

Kalau kita mau berubah, maka ada tiga tahapan yang harus kita lakukan. Pertama adalah, Anda harus tahu dimana Anda berada saat ini. Ini penting karena kita harus tahu startnya dimana. Kedua, kita harus bisa mendefinisikan atau menentukan tempat yang ingin kita tuju. Tanpa kita bisa menentukan kemana kita mau pergi, tentunya kita juga tidak tahu harus bagaimana, harus apa dan lain sebagainya. Nah, kita juga harus masuk ke dalam tahap yang ketiga setelah tahap yang kedua tadi yaitu menentukan hal-hal apa yang kita perlukan untuk bisa sampai tujuan.

Kita tahu setelah kita mengikuti pembelajaran dari T100 ini bahwa perusahaan umumnya masuk dalam suatu keadaan yang disebut dengan status quo atau kalau kita gunakan masuk dalam hukum inertia. Biasanya untuk berubah sulit sekali. Kurt Lewin dalam teorinya mengenai perubahan organisasi, ada tiga hal yang harus dilakukan. Kurt Lewin mengatakan bahwa tahap awal dari tiga tahap yang dikemukakan yaitu harus melakukan yang namanya unfreze. Artinya kalau perusahaan itu sebelumnya sudah beku, itu harus diunfreze. Harus dicairkan kembali. Setelah baru bisa cair, kita kemudian melakukan yang namanya perubahan. Setelah perubahan terjadi, baru kita melakukan yang namanya refreze. Dibekukan kembali. Jadi, budaya-budaya yang telah dibentuk dari perubahan, itu yang kemudian digunakan untuk mencapai tujuan tadi.

Perubahan yang bisa kita lakukan biasanya dalam tiga hal yaitu pertama, perubahan dalam hal isi. Isi itu menyangkut struktur perusahaan, strategi perusahaan, proses bisnisnya, kemudian tentang teknologinya, budayanya, mungkin juga perubahan dalam hal produk dan jasa yang diberikan.

Perubahan yang kedua adalah di bidang manusianya. Yaitu bagaimana kita membuat orang-orang yang ada dalam organisasi ini menjadi lebih berinisiatif, lebih berusaha lebih baik lagi dalam artian perilakunya, dinamika budayanya ini yang diubah. Nah, perubahan dalam hal budaya ini, ini yang bisa menyangkut sebuah kultur yang berupa isi dari suatu organisasi, bisa juga dari dalam diri individu. Perubahan ini sendiri atau mengubah perilaku ini bisa melalui beraneka ragam cara. Misalnya, kalau kita ingin membuat perubahan dalam hal budaya perusahaan yang lebih entreprenurial, kita bisa menggunakan artefak-artefak atau semacam gambar-gambar yang ditempel di perusahaan, tulisan-tulisan, kutipan-kutipan yang untuk memotivasi. Jadi, artefak-artefak atau simbol-simbol yang kita pasang di perusahaan itu bisa membuat budaya berubah juga.

Yang ketiga yaitu perubahan dalam hal proses. Kalau tadi proses dalam hal isi di organisasi, proses di sini lebih bermakna pada bagaimana kita membuat perencanaan, bagaimana kita mendesain atau mengimplementasi pekerjaan. Nah, tiga hal ini yang bisa kita adakan perubahan. Jadi, perubahan di level organisasi, perubahan di level manusianya, dan perubahan di bidang prosesnya atau prosedurnya.

Dari tiga perubahan yang bisa dilakukan tadi, sebetulnya perubahan dalam hal manusia yang paling sulit. Mengapa? Karena mengelola manusia memang tidak mudah. Ada tujuh macam hambatan yang bisa membuat perubahan itu sulit dilakukan, pertama sikap yang tidak perduli atau berusaha semacam ignorance, mengabaikan “Saya tidak tahu, saya tidak butuh”, misalnya. Atau rejection, penolakan. “Saya tidak ingin untuk…”, Kemudian bisa juga perubahan dihambat karena inability, “Saya tidak bisa”. Ketika perusahaan mengharapkan staffnya melakukan sesuatu untuk tujuan yang lebih baik, mereka bersikap pessimism, merasa pesimis. Jadi belum-belum sudah merasa, “Ini tidak mungkin berhasil”. Atau mungkin merasa terlalu berat, terlalu complicated, “itu terlalu berat”. Ini juga bisa menghambat. Apa lagi kalau misalnya bersikap apatis, “saya tidak bau diganggu” atau misalnya juga undermine, merusak, mengacaukan, “Paling-paling ini juga untungnya bukan buat kita, buat orang lain buat pemilik”. Kadang-kadang hal seperti ini membuat hambatan untuk berubah sehingga memang perlu ada sebuah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan perubahan.

Sehubungan dengan hambatan dalam perubahan ini, Gleicher, Beckhard, dan Harris punya sebuah rumus tentang perubahan. Rumus di sini maksudnya adalah sebuah persamaan, yaitu D x V x F > R. D adalah Disatisfaction artinya ketidakpuasan. V adalah Vision, F adalah First Step, dan R adalah Resistance to Change (hambatan yang dimiliki untuk berubah).

Kalau ketidakpuasan itu tinggi, kemudian vision atau cita-cita orang itu juga tinggi, dan dia juga mau melakukan langkah pertama, maka kalau semua itu lebih besar dari hambatan yang dimiliki, orang itu akan berubah. Jadi, kadang-kadang teori ini juga digunakan orang membuat dirinya dalam situasi misalnya sangat tidak puas, dia bisa berubah.

Misalnya, kita balik dimana D, V, F-nya lebih kecil daripada R, misalnya saja dia merasa dalam zona nyamannya, merasa puas-puas saja, kemudian dia tidak punya visi, artinya dia seperti aliran air, santai-santai saja, dan dia tidak pernah mau melakukan langkah pertama, karena kita ada pepatah yang mengatakan bahwa perjalanan seribu kilometer juga harus dimulai dari satu langkah pertama. Maka dia tidak akan berubah karena dia sudah merasa nyaman, dia tidak punya cita-cita yang tinggi, dan dia juga tidak mau melangkah. Kita harus bisa membuat dalam organisasi kita bahwa ada visi yang besar. Ada dream atau mimpi yang sangat besar yang membuat dia bisa mengalahkan hambatan dalam dirinya.

Bagaimana menggabungkan semua teori-teori yang telah telah saya kemukakan tadi? Bagaimana membuat sebuah perubahan itu berhasil? Kita bisa juga mengacu pada teori yang dikembangkan oleh John P. Kotter. John P. Kotter membuat sebuah buku yang berjudul Leading Change dan juga The Heart of Change. Ada delapan langkah yang perlu dilakukan supaya sebuah perubahan bisa berhasil.
Pertama adalah membangun urgency, artinya kita harus membuat orang-orang yang ada diperusahaan itu yakin bahwa memang kita perlu ada perubahan. Kita perlu keluar dari zona nyaman yang sudah kita miliki tanpa kita berubah, itu bisa berbahaya buat kita. Ada buku lain yang kita bisa baca yang berhubungan dengan perubahan, yaitu Who Moved My Cheese. Buku ini juga bercerita tentang kalau suatu ketika keju yang “Keju itu sebagai metafora dari penghasilan kita” itu tiba-tiba hilang, bagaimana? Apa yang harus kita lakukan? Apa tetap bertahan di tempat itu atau kita harus segera berubah mencari tempat yang baru? Langkah pertama tadi, membangun urgency ini adalah langkah yang merupakan langkah awal yang sangat penting. Tanpa adanya rasa bahwa ini benar-benar penting, jelas  orang susah untuk diajak berubah.

Kedua adalah membentuk koalisi pimpinan yang kuat. Kita tahu bahwa kalau perusahaan itu kecil, kalau kita terdiri dari beberapa orang, umumnya ada beberapa bagian. Paling tidak ada dua bagian yaitu bagian operasional dimana itu mengelola misalnya keuangan, pemasaran, dan bagian yang memang benar-benar mengerjakan main businessnya atau bisnis utamanya. Katakanlah sebuah media cetak misalnya, ada bagian wartawannya atau redakturnya, dan juga ada bagian keuangannya. Ini dua bagian yang berbeda. Mungkin di dunia pendidikan juga sama. Ada bagian operasional, ada bagian akademik. Pemimpin di tiap-tiap bagian ini harus bisa diajak berkoalisi karena seringkali dalam prakteknya antara bagian-bagian ini belum tentu bisa berjalan bersama karena biasanya di bagian marketing selalu memberikan order-order yang banyak sementara di bagian produksinya tadi menjadi kewalahan. Jadi, kadang-kadang dalam perjalanannya mungkin tiba-tiba mereka saling tidak bisa bersinergi dengan baik. Ini harus bisa diciptakan sebuah keadaan dimana para pemimpin ini bisa bersatu, bisa berkoalisi dengan kuat.

Langkah yang ketiga adalah menciptakan visi. Visi yang harus bisa dibagikan. Ini berhubungan dengan langkah yang keempat yaitu mengkomunikasikan visi itu. Visi harus benar-benar dibuat memberikan gambaran tentang tujuan yang ingin dicapai. Ini seperti teori yang tadi dimana visi ini harus jelas, harus dirasa penting bagi semua orang yang ada di perusahaan itu.

Lalu langkah yang kelima, memberdayakan orang lain untuk bertindak sesuai visi. Jadi maksudnya adalah, kalau memang ada orang yang dirasa belum optimal, ini harus bisa segera dioptimalkan. Memang perlu ada tim yang kita sebut dengan agent of change. Jadi, tim ini yang mengatur supaya membentuk urgency, mengatur supaya mengkoordinir pemimpin supaya jadi koalisi yang kuat, menciptakan visi, mengkomunikasikan visi, termasuk memberdayakan orang-orang yang ada.

Keenam, adalah mencatat atau menghasilkan kemenangan-kemenangan jangka pendek. Prestasi-prestasi yang diraih dalam proses perkembangan ini harus dicatat. Supaya apa? Supaya orang yang ikut dalam perubahan ini tahu, “O, iya. Bahwa saya sudah mencapai ini. Saya berhasil membuat prestasi ini”. Kemenangan-kemenangan jangka pendek ini harus diciptakan, artinya harus dihasilkan supaya orang bisa merasakan perubahan.

Langkah yang ketujuh adalah mengkonsolidasikan perbaikan dan menghasilkan lebih banyak perubahan. Jadi, kalau kita sudah punya kemenangan-kemenangan jangka pendek, maka semua itu kita dorong sebagai sebuah langkah perbaikan, plus menambahkan tujuan-tujuan untuk perubahan lebih banyak lagi.

Langkah kedelapan adalah melembagakan perubahan yang baru tersebut. Ini sama seperti di teori Good Lewin, yaitu setelah melakukan perubahan, kita melakukan refreze. Kita membentuk, melembagakan suatu budaya yang baru yaitu budaya yang sudah merupakan perubahan. Proses perubahan ini menjadi sangat penting karena supaya tadi, kalau kita mengharapkan suatu hal yang berbeda dengan cara yang sama, sebetulnya itu akan menjadi omong kosong. Kita harus bisa berubah kalau kita melakukan hal yang berbeda. Kita tidak bisa hanya berputar-putar di roda putar seperti tikus putih atau hamster yang bermain berputar-putar saja. Kita harus bisa melangkah keluar membuat perubahan dan menciptakan kemenangan untuk bisa mencapai hasil yang baik dan bisa tumbuh seratus kali.

Itulah isi materi pada sesi akhir perkulian T100x yang diselenggarakan oleh UCEOnline. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas ilmu yang telah diberikan dan ilmu tersebut sungguh bermanfaat dan membawa semangat untuk bertumbuh. Bertumbuh membangun kapasitas diri dan bertumbuh membangun bisnis milik sendiri.

Salam entrepreneur…

Senin, 24 Maret 2014

CALCULATED RISK TAKING AGAR BISNIS TIDAK TERPELANTING



Salam Entrepeneur…

Bagi saya, seorang pemula dalam berwirausaha, pengetahuan tentang calculated risk taking sama sekali kurang dimiliki, mengapa? Karena jangankan mau menambah pengetahuan tentang resiko, ambil resiko aja gak berani. Saya selalu merasa takut kalau mau memulai bisnis, saya selalu menghindari resiko sehingga sama sekali gak pernah mikirin ilmu manajemen resiko.

Nah, setelah mendengar paparan dari Mas Tedy, Bapak Antonius Tanan dan Bapak Nur Agustinus, saya begitu kaget. Ternyata risk taking tidak seseram seperti apa yang dibayangkan dan ditakutkan. Sekarang saya memahami dan meyakini bahwa calculated risk taking adalah bagian yang tak terpisahkan dari manajemen bisnis. 

Dalam tulisan ini, saya akan paparkan apa yang diajarkan oleh Mas Tedy biar orang lain yang yang sama-sama sebagai pemula  dalam berwirausaha atau yang mau berwirausaha bisa memahami pula tentang resiko dan tahu cara mengelola resiko.

Mas tedy mengajari saya bahwa pengertian resiko, dengan merujuk pada definisi yang disampaikan oleh Vaughan yaitu risk is condition in wich there is possibility of an adverse deviation from a desire outcome that is expected or hope for (risiko adalah suatu kondisi dimana dalam kondisi tersebut ada kemungkinan terjadi penyimpangan yang merugikan dari apa yang diharapkan tersebut). Mas Tedy juga  merujuk pada definisi yang disampaikan oleh Jones, yaitu risk the uncertainty that expected outcomes will not  be fulfilled (risiko  ketidakpastian dari hasil yang diharapkan sehingga harapan tersebut tidak akan terpenuhi). Dari dua definisi tersebut Mas Tedy memberikan pengertian tentang resiko yaitu, pertama resiko adalah kerugian yang tidak kita harapkan, kedua resiko adalah penyimpangan dari apa yang kita harapkan. Dan Ketiga, resiko adalah kejadian yang tidak menguntungkan kita.

Menghindari resiko bukan suatu jawaban, tetapi mengahadapi resiko tanpa persiapan adalah konyol, apalagi bergantung pada hoki. Apa yang seharusnya kita lakukan? Kita harus mengenali resiko, kita harus menghadapinya, memperhitungkannya dan mengubah resiko tersebut menjadi keuntungan bagi kita.

Ada dua istilah yang harus dikenali dalam memahami tentang resiko yaitu istilah yang disebut eksposur dan peril. Eksposur adalah yang menjadi sumber resiko sedangkan peril adalah peristiwa yang menimbulkan resiko kerugian atau kehilangan. Contoh, bangunan tempat usaha kita terbakar. Bangunan adalah eksposurnya sedangkan kebakaran adalah perilnya.

Ada enam jenis resiko, yaitu :

1.      Resiko Murni.
Resiko murni adalah suatu resiko dimana kemungkinan kerugian itu pasti ada dan kemungkinan keuntungan dibalik resiko tersebut tidak ada. Contohnya, gedung perusahaan yang mengalami kebakaran, pegawai yang terkena kecelakaan, gedung perusahaan yang terkena banjir. Resiko tersebut biasanya menjadi objek perlindungan asuransi.

Didalam bisnis, Resiko murni ada tiga, pertama resiko aset fisik yaitu semua resiko yang berkaitan dengan aset fisik yang dapat menimbulkan kerugian dan tidak ada peluang keuntungan di dalamnya. Seperti yang diuraikan di atas, misalnya resiko kantor kebakaran atau kebanjiran. 

Kedua, resiko karyawan, yaitu resiko karena karyawan dalam organisasi perusahaan mengalami peristiwa yang merugikan. Misalnya, karyawan dalam organisasi tersebut mengalami kecelakaan kerja. Sehingga dengan kecelakaan kerja yang dialami karyawan tersebut, maka kegiatan operasional perusahaan akan terganggu. 

Ketiga, resiko legal yaitu resiko yang terjadi disebabkan oleh karena perusahaan mengabaikan aspek legal atau kekurang telitian dalam menjalani kontrak perjanjian secara legal. Contohnya adalah resiko kontrak yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ini biasanya muncul dari suatu pendokumentasian yang tidak benar. Misalkan sebagai suatu perusahaan berselisih dengan perusahaan lain dimana perusahaan lain menuntut ganti rugi kepada karena kita menyalahi suatu kontrak yang tidak mengerti dan sebagainya. 

2.      Resiko Spekulatif.
Resiko spekulatif adalah kemungkinan terjadi kerugian ada, tetapi dibalik resiko kerugian tersebut ada peluang keuntungan. Potensi dari kerugian dan keuntungan yang akan terjadi bersamaan tersebut akan menajadi bahan analisis kita dalam menghitung resiko.

Contoh-contoh resiko spekulatif diberikan empat contoh. Pertama, resiko pasar. Resiko pasar adalah resiko yang terjadi dari pergerakan harga atau kualitas harga pasar. Resiko yang terjadi dari pergerakan harga pasar contohnya, apabila dalam bisnis kita menjual suatu produk, ketika terjadi kondisi ekonomi tertentu maka harga dari produk yang kita jual ini turun. Kita tidak bisa berbuat apa-apa karena pasar yang menentukan harganya turun, kita akan mengalami kerugian. 

Kedua, resiko kredit. Apa itu resiko kredit? Resiko kredit adalah resiko karena counter party atau pihak ketiga gagal memenuhi kewajibannya pada perusahaan kita. Contohnya Anda menghasilkan suatu produk yaitu produk consumer goods. Kita menawarkan dan menjualnya ke konsumer kita melalui toko-toko, kemudian kita memberikan piutang ke toko tersebut. barang disimpan di toko tersebut. Sebulan kemudian kita datang ke toko tersebut untuk menagih. Tenyata toko tersebut tidak membayarnya kepada kita. Bahkan suatu saat ternyata toko tersebut tutup atau bangkrut. Ini resiko kredit. 

Ketiga, resiko likuiditas. Apa itu resiko likuiditas? Resiko likuiditas adalah resiko tidak bisa memenuhi kebutuhan kas. Uang kas kita habis. Resiko tidak bisa menjual dengan cepat karena ketidaklikuiditasan atau gangguan pasar. Pada posisi tertentu misalkan kita menjual suatu produk, kemudian perubahan ekonomi berjalan di luar sebagai faktor-faktor yang ekternal bisnis kita, ekonomi jatuh, daya beli masyarakat turun. Kita tidak bisa menjual barang sedangkan produk-produk kita di gudang cukup banyak. Kita tidak bisa menjualnya. Itu resiko likuiditas. Dengan demikian kalau kita tidak bisa menjualnya tentu akhirnya kita tidak dapat memperoleh kas untuk menjalankan usaha bukan? Ini disebut resiko likuiditas. 

Keempat, resiko operasional. Apa itu resiko operasional? Resiko operasional adalah resiko kegiatan operasional yang tidak dapat berjalan dengan lancar dan mengakibatkan kerugian. Kegagalan sistem, human error, pengendalian dan prosedur yang kurang merupakan resiko operasional. Contohnya, dalam perusahaan, kita sudah menggunakan komputerisasi yang sangat-sangat canggih, suatu hari komputer kita terserang virus. Dengan adanya komputer kita terserang virus maka kegiatan operasional kita tidak dapat berjalan pada hari itu dan mengakibatkan kerugian pada perusahaan kita. Ini yang disebut dengan resiko operasional

3.      Resiko statis.
Resiko statis adalah resiko yang muncul dari kondisi keseimbangan tertentu. Contohnya adalah kondisi hujan yang disertai petir. Kita sudah tahu bahwa dalam kondisi hujan yang disertai dengan petir, apabila kita keluar ada kemungkinan akan tersambar petir.  Contoh lain, seorang penjual es tetap berjualan di waktu hujan, maka kemungkinan besar esnya tidak laku padahal kalau hari cerah biasanya laku.

4.      Rresiko dinamis
Resiko dinamis yaitu Resiko yang muncul dari perubahan kondisi tertentu. Contohnya, perkembangan teknologi yang belakangan ini semakin berkembang akan memunculkan resiko baru pada perkembangan bisnis yang terpengaruh oleh teknologi tersebut. Contoh lainnya, produk camera yang dulu menggunakan negative film sekarang berubah dengan adanya teknologi digital film. Bagi perusahaan camera dengan menggunakan negative film perubahan teknologi tersebut memunculkan resiko dinamis.

5.      Resiko objektif.
Resiko objektif yaitu resiko yang didasarkan pada observasi yang objektif. Resiko ini muncul karena resiko ini dinilai berdasarkan penilaian yang objektif dengan observasi dan penelitian yang lengkap. Contohnya, Produk yang anda jual belakangan ini penjualannya menurun sehingga menimbulkan resiko kerugian karena banyak stok barang yang tidak terjual. Setelah dilakukan observasi dan penelitian ternyata menurunnya penjualan disebabkan adanya produk pesaing yang lebih memiliki daya tarik bagi konsumen. Resiko yang muncul hasil observasi dan penelitian tersebut disebut resiko objektif.

6.      Resiko Subjektif.
Resiko subjektif adalah resiko yang dikenali berdasarkan penilaian yang subjekitf yang artinya tidak dilakukan observasi, tidak dilakukan penelitian, tetapi kita mempertimbangkan bahwa suatu kejadian dianggap memunculkan resiko berdasarkan penilaian subjektif semata. Contohnya, pesaing meluncurkan produk baru, maka kita tanpa observasi, tanpa menelitian menganggap bahwa pruduk baru pesaing tersebut akan mengancam omzet penjualan produk perusahaan kita. Resiko kerugian yang kita anggap adalah resiko subjektif.

Setelah menjelaskan pengertian resiko dan jenis-jenis resiko, Mas Tedy juga mengajari tentang bagaimana mengelola resiko. Merujuk pada perkataan Pak Ciputra, “Entrepreneur adalah calculated risk taker”. Kita harus berani mengambil resiko tetapi dengan mengkalkulasi resiko tersebut, menghadapinya dan mengubah resiko tersebut menjadi peluang bagi kita.

Pada dasarnya manajemen resiko dilakukan melalui proses-proses berikut ini : 

1.      Identifikasi resiko.
Ada banyak teknik untuk mengeidentifikasikan resiko. Contohnya, menganalisis sequence terjadinya resiko tersebut. Misalnya perusahaan kita menggunakan kompor untuk memasak produk usaha. Mengidentifikasi resiko dengan menganalisis sequence terjadinya resiko tersebut. Api kita nyalakan diatas kompor. kita akan berhadapan dengan resiko kebakaran. Kompor merupakan exposuere dari resiko tersebut dan kebakaran adalah peril dari resiko. Contoh lain identifikasi resiko, kita menjalani perusahaan ritel dimana pembeli-pembeli kita datang ke toko. kita memasukan produk ke toko dan kemudian pihak toko berhutang kepada kita. Kita harus mengerti bahwa pada saat Anda memberikan piutang kepada pihak toko, maka kita akan mengahadapi resiko yang disebut sebagai resiko kredit.

2.      Mengevaluasi dan mengukur resiko tersebut.
Dalam mengevaluasi dan mengukur resiko langkah-langkah yang dapat dilakukan yaitu, kita mempelajari karakteristik resiko, kemudian melakukan pengukuran terhadap resiko (mengembangkan besar kecilnya ukuran resiko), dilanjutkan dengan mengukur dampak resiko tersebut terhadap organisasi serta evalausi dan pengukuran resiko tersebut bisa digunakan untuk melakukan prioritisasi resiko.

Contoh-contoh teknik bagaimana kita mengukur resiko tersebut bisa dilakukan dengan tehnik probabilitas, dengan tehnik value at risk atau kita kenal sebagai VAR, dengan metode durasi, dengan tehnik matriks severity atau frekuensi, dengan analisis standar defiasi secara statistik, dengan Credit Metrics dan dengan tabel kematian.

3.      Mengelola resiko .
Ada beberapa cara untuk mengelola resiko tersebut, yaitu :

a.        Menghindari resiko
Cara paling mudah untuk mengelola resiko adalah menghindar. Tetapi mengelola resiko dengan cara menghindar itu tidak optimal. Jika ingin mendapat keuntungan dari bisnis, maka mau tidak mau kita harus menghadapi resiko dan mengelolanya bukan dengan menghindari resiko. 

Contoh, Kita tahu bahwa menjalankan bisnis tersebut beresiko terjadinya kebakaran, lalu kita tidak jadi menjalankan bisnis tersebut karena menghindari resiko tersebut.

b.        Menahan Resiko (Retention)
Menahan resiko adalah mengabaikan terhadap kemungkinan terjadinya resiko. Contoh, bisnis kita membutuhkan mobil untuk distribusi produk. Seharusnya mobil kita mendapatkan perlindungan asuransi untuk menghindari resiko kecelakaan. Tetapi kita tidak mengasuransikan mobil tersebut, maka kita menghadapi resiko retention.

c.         Diversifikasi.
Deversifikasi resiko adalah menyebarkan eksposur  kita sehingga tidak terkonsentrasi pada satu atau dua eksposure. Contoh, uang yang kita miliki supaya tidak termakan inflasi maka kita investasikan. Investasi yang dilakukan tidak terkonsentrasi pada satu investasi tetapi disebarkan pada beberapa investasi. Jika terjadi kerugian pada  satu aset, kerugian tersebut diharapkan dapat dikompensasi oleh keuntungan dari aset lainnya. Dengan kata lain tidak menyimpan telur dalam satu keranjang untuk menghindari jika keranjang itu jatuh maka pecahlah seluruh telur.

d.        Mentransfer resiko
Jika kita tidak ingin menanggung resiko tertentu, maka kita bisa mentransfer resiko tersebut kepada pihak lain yang lebih mampu menghadapi resiko tersebut. Contoh, resiko kerugian dari kecelakaan mobil untuk mengangkut produk bisa ditransfer kepada perusahaan yang memberikan produk asuransi kendaraan. 

e.        Mengendalikan resiko (risk control).
Pengendalian resiko dilakukan untuk mencegah atau menurunkan probabilitas terjadinya resiko atau kejadian yang tidak diinginkan. Sedia payung sebelum hujan. Ada satu upaya apabila resiko itu terjadi maka kita mengupayakan sesuatu agar resiko itu tidak menghantam. Contoh, untuk menghindari resiko kebakaran pada kantor tempat kita menjalankan usaha, maka kita menydiakan alarm asap, menyediakan tabung-tabung anti kebakaran sehingga jika suatu saat terjadi kebakaran bisa segera diantisipasi dengan adanya alat-alat tersebut.

f.          Pendanaan resiko
Pendanaan resiko yaitu suatu proses bagaimana mendanai kerugian yang terjadi jika resiko tersebut muncul.  Contohnya, kita menabung atau menyisihkan uang untuk mengantisipasi jika suatu saat terjadi resiko kerugian dalam bisnis kita.

Disamping Mas Tedy yang telah memberikan pengetahan kepada kita tentang mengelola resiko, Bapak Antonius Tanan juga memberikan ilmu mengelola resiko.  Masih pada topik mengidentifikasi dari pelanggan untuk bertumbuh, Bapak Antonius Tanan meberikan rumus sederhana untuk mengelola resiko yaitu namanya VIP supaya kita gampang menghafalnya. V-nya berarti Verifikasi atau menguji dan memastikan. I-nya berarti Ikut sertakan pihak lain untuk kita bisa mengurangi resiko. P-nya berarti Pemesanan dan pembayaran di muka.

Bapak Antonius Tanan memberikan contoh masih menggunakan cerita Joko. Berikut saya kutif ceritanya yang begitu menarik dan bermutu untuk belajar mengelola resiko. 

“Untuk verifikasi, menguji dan memastikan, maka Joko melakukan berbagai hal. Joko membawa gagasan-gagasan kreatifnya kepada komunitas Pansel (pantai Selatan). Contohnya, menu-menu baru yang Jumbo, yang langsing, teh pansel, kopi pansel, dia buat contohnya. Lalu dia ajak teman-teman komunitas Pansel untuk mencoba, memberikan kritik dan saran. Ah, ternyata mereka menyambut. Bahkan komunitas Pansel ini meminta saat ulang tahun komunitas dibuatkan menu-menu yang lebih khusus lagi. Namun, Joko kurang puas, dia ingin lebih memastikan dia ingin kurangi resiko kegagalannya sehingga kemudian dia survey, dia cari di Jakarta warung Pansel yang paling terkenal dimana? Dia datang ke sana, dia survey, dia mengamati. Bukani itu saja, istrinya belajar dari seorang ibu ahli masak tentang menu Pansel supaya dia bisa yakin bahwa menu yang dia masak betul-betul cocok dengan lidahnya kelompok masyarakat dari Pantai selatan ini.”

Nah itulah berbagai cara yang kita bisa lakukan sebelum kita sungguh-sungguh melakukan bisnis, kita melakukan verifikasi dulu. Verifikasi tujuannya menguji dan memastikan apa yang sudah kita siapkan nanti di lapangan bisa menjadi sesuai dengan cita-cita dan harapan kita.

Cara berikutnya untuk mengurangi resiko adalah mengikutsertakan pihak lain. Jadi, kita berbagi resiko. “Joko ingin mengurangi resiko memiliki persediaan barang. Caranya bagaimana? Dia mengajak teman-teman dari komunitas Pansel untuk ikut menjadi pemasok untuk makanan-makanan camilan. Mengundang mereka untuk menjadi pemasok sehingga berbagi resiko, termasuk berbagi untung. Dengan cara itu bukan saja Joko mengurangi resiko, tapi dia juga membangun pertemanan yang lebih erat. Teman-teman dari komunitas Pansel ini bukan sekedar menjadi pelanggan dia, tapi juga punya kesempatan menjadi pemasok dia. Dengan cara cerdik, dia mengurangi resiko, dan juga dia membangun relasi dengan pelanggannya.”

Cara berikutnya untuk mengurangi resiko adalah pemesanan dan pembayaran di muka. Bagaimana caranya untuk menciptkana ini? “Joko kemudian berpikir untuk menawarkan diskon 10 % untuk pelanggan yang mau menyimpan deposit 100 ribu. Jadi pelanggan tidak perlu pusing setiap pesan harus bayar, dia sudah bayar deposit, tinggal dicatat, nanti setiap kali dia belanja depositnya berkurang, setiap akhir minggu dibuat perhitungan. Apakah ini suatu hal yang baik untuk Joko?  Tentu. Joko memastikan pelanggan sementara itu dia juga memastikan barang-barangnya ada yang beli. Bukankah ketika orang menyimpan deposit, dia cenderung datang ke tempat itu?”

Cantik sekali Bapak Antonius Tanan memberikan contoh mengelola resiko dengan rumus sederhana VIP untuk mengurangi resiko.

Selanjutnya, Bapak Nur Agustinus mengajari kita untuk Meningkatkan Profit dan Kapasitas Usaha. Berikut ini saya kutip paparan yang disampaikan Bapak Nur Agustimus.

“Ada tiga hal yang bisa mendongkrak usaha kita. Yaitu, pertama adalah network yang kita miliki atau siapa saja yang kita kenal. Jaringan yang kita punya. Yang kedua adalah masalah uang. Modal. Dengan uang untuk investasi akan bisa menghasilkan sebuah kontribusi buat usaha kita. Yang ketiga adalah penggunaan teknologi. Teknologi ini bisa mempermudah pekerjaan, bisa menambah produktivitas dan sebagainya. 

   Sebagai pengusaha tentunya kita ingin usaha kita itu mengalami keuntungan. Bagaimana cara kita meningkatkan keuntungan? Pada dasarnya ada tiga hal atau tiga cara untuk meningkatkan keuntungan yaitu yang pertama adalah menaikkan harga. Yang kedua adalah melakukan penghematan atau efisiensi. Dan yang ketiga adalah menjual lebih banyak
.
Nah, tiga cara ini sebetulnya berawal dari rumus bahwa profit adalah pendapatan dikurangi biaya. Ketika pendapatan kita lebih besar daripada biaya maka kita akan mendapatkan keuntungan. Jadi, kita harus bisa memperbesar beda antara pendapatan dengan biaya tersebut. Ini adalah cara meningkatkan profit karena perusahaan yang mendapatkan profit adalah perusahaan yang mempunyai peluang untuk bertumbuh.

Kalau kita sudah tahu bagaimana cara kita untuk meningkatkan profit atau laba usaha kita, maka sebenarnya ada tiga cara untuk mengembangkan usaha yang perlu diperhatikan. Pertama, cobalah untuk meningkatkan atau memperbanyak jumlah pelanggan. Pelanggan kita misalnya anggap saja 100 orang. Cobalah  lakukan strategi atau cara untuk membuat pelanggan semakin banyak. Misalnya menjadi 200, menjadi 300, dan seterusnya. Berlipat-lipat lebih banyak. Kedua, cobalah tingkatkan frekuensi pembeliannya. Misalnya, kalau pelanggan kita misalnya ada seratus, buatlah pembelian yang dilakukan oleh pelanggan itu menjadi lebih sering. Misalnya, kalau dulunya satu pelanggan itu membelinya seminggu sekali, buatlah dia bisa membeli dalam seminggu dua kali atau lebih sering. Dan yang ketiga, tingkatkan jumlah unit barang yang dijual. Artinya, buat pelanggan bisa beli banyak membeli atau perbanyak jenis barang yang dijual. Jadi, kalau misalnya, sebelumnya menjual hanya beberapa item barang, lebih banyaklah supaya pembeli atau pelanggan mempunyai pilihan-pilihan untuk membelanjakan lebih banyak lagi. Tentunya ini tidak lepas dari sumber daya yang kita miliki sebagai pemilik usaha.

Setelah kita mengetahui tiga hal untuk mengembangkan usaha tadi, ada lima hal yang perlu untuk dilakukan. Pertama, perhatikan masalah kapasitas usaha yang kita miliki. Kapasitas usaha ini contohnya dalah sebagai berikut. Misalnya, ada seorang pengusaha mikro, dia usahanya berjualan nasi bungkus dengan motor atau dengan gerobaknya. Dimana satu gerobaknya itu dia hanya bisa membawa maksimum lima puluh atau anggaplah seratus nasi bungkus. Maka kalaupun misalnya ada permintaan dua ratus, nggak akan bisa. Karena apa? Karena kapasitasnya memang sudah begitu. Untuk bisa membuat atau mengambangkan usahanya, dia harus mengubah kapasitas usahanya itu. Seringkali kapasitas usaha juga tergantung dari seberapa besar tempat yang kita miliki. Misalnya kita punya rumah makan, rumah makan itu luasnya sekian meter persegi. Kemudian itu hanya bisa ditempati oleh beberapa orang sekaligus. Kadang-kadang ketika begitu banyak permintaan, akhirnya kita tidak bisa menampungnya dengan baik. Atau juga misalnya saja kita berusaha di bidang sablon. Kapasitas sablon kita misalnya satu hari sekian banyak kaos misalnya. Begitu melebihi kapasitas mungkin akan menjadi persoalan. Kalau kita mau mengembangkan usaha, memang kapasitas usaha ini harus ditingkatkan juga.

Kedua, Buat hal yang menarik pelanggan. Kita membuat daya tarik itu makin besar sehingga pelanggan itu makin banyak yang datang dan lebih banyak membeli. Ini ada banyak cara. Promosi dan sebagainya. Ketiga, cobalah untuk melakukan upgrade pelanggan yang sudah ada. Yang biasanya beli lima puluh cobalah untuk membeli seratus kemudian yang beli seminggu sekali buatlah menjadi seminggu dua kali. Keempat, meningkatkan moral kerja internal. Hal yang paling penting, ketika proses pengembangan usaha berlangsung, maka tidak boleh dilupakan yaitu masalah internal usaha. Yaitu kita perlu meningkatkan moral kerja internal. Artinya, staff atau pegawai termotivasi dan terinspirasi sebab mereka tanpa mengerti apa untungnya buat mereka dengan besarnya atau makin besarnya usaha ini, mereka juga tidak akan begitu termotivasi. Ini perlu bersama-sama. Jadi, di sini unsur leadership atau kepemimpinan sangat penting. Kelima, Jual aneka produk lain atau jika perlu buka usaha baru. Lakukan diversifikasi usaha. Buka usaha baru. Jadi semuanya adalah hal-hal yang perlu dilakukan untuk membangun usaha, mengembangkan usaha supaya menjadi lebih besar.”

Demikian refleksi dan uraian materi tentang mengelola resiko. Setelah mempelajari tentang manajemen resiko, tatu kalimat yang memberi pelajaran kepada saya, yaitu jika tidak calculated risk taking maka bisnis akan terpelanting.

Salam Entrepreneur…